Memahami Syukur
Secara bahasa, fitrah artinya al khilqah yaitu keadaan asal ketika seorang manusia diciptakan oleh Allah (lihat Lisaanul Arab 5/56, Al Qamus Al Muhith
1/881). Dan ketahuilah, yang dimaksud dengan agama yang fitrah ialah
Islam. Setiap manusia lahir dalam keadaan berislam, sebagaimana sabda
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
“Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani” (HR. Bukhari-Muslim)
Allah Ta’ala berfirman:
أَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا
فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ
لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar Ruum: 30)
Seoang ulama pakar tafsir,
Imam Ibnu Katsir, menjelaskan ayat ini: “Maksudnya adalah tegakkan
wajahmu dan teruslah berpegang pada apa yang disyariatkan Allah
kepadamu, yaitu berupa agama Nabi Ibrahim yang hanif, yang merupakan
pedoman hidup bagimu. Yang Allah telah sempurnakan agama ini dengan
puncak kesempurnaan. Dengan itu berarti engkau masih berada pada
fitrahmu yang salimah (lurus dan benar). Sebagaimana ketika
Allah ciptakan para makhluk dalam keadaan itu. Yaitu Allah menciptakan
para makhluk dalam keaadan mengenal-Nya, mentauhidkan-Nya dan mengakui
tidak ada yang berhak disembah selain Allah” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/313)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Islam adalah agama
yang fitrah yang pasti akan diterima oleh semua orang yang memiliki
fitrah yang salimah”. Artinya orang yang memiliki jiwa yang
bersih sebagaimana ketika ia diciptakan pasti akan menerima
ajaran-ajaran Islam dengan lapang dada.
Setelah kita paham bahwa sesungguhnya agama yang sesuai dengan fitrah
manusia itu adalah agama Islam dan manusia sesungguhnya terlahir dalam
keadaan Islam yang murni, maka kini kita perlu ketahui apa itu Islam.
Makna Islam
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam” (QS. Al Imran: 19)
Ia juga berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Al Imran: 85)
Islam artinya berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya,
tunduk kepada-Nya dalam ketaatan, serta berlepas diri dari kesyirikan
dan pelakunya. Karena kesyirikan merupakan aqidah orang Arab sebelum berkembangnya dakwah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Imam Al Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Raja’ Al ‘Atharidi, ia berkata:
كنا نعبد الحجر فإذا وجدنا حجراً هو
خير منه ألقيناه وأخذنا الآخر، فإذا لم نجد حجراً جمعنا حثوة من تراب ثم
جئنا بالشاة فحلبنا عليه ثم طفنا به
“Dahulu kami menyembah batu. Apabila kami mendapatkan batu yg
lebih baik, maka kami melemparkannya dan mengambil yg lain. Apabila kami
tidak menemukan batu, kami kumpulkan segenggam tanah, lalu kami bawakan
seekor kambing kemudian kami peraskan susu untuknya. Lalu kami thawaf
dengannya”
Keadaan Manusia Sebelum Datangnya Islam
Sedangkan keadaan umat secara umum, sebelum berkembangnya dakwah Islam, telah dijelaskan oleh banyak ayat-ayat Al Qur’an, diantaranya firman Allah Ta’ala:
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat
mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan
mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi
Allah”” (QS. Yunus: 18)
Juga firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”” (QS. Az Zumar: 3)
Ayat-ayat yang senada dengan ini sangatlah banyak. Selain itu, hadits-hadits shahih serta sirah nabawiyyah juga menunjukkan bahwa keadaan umat manusia sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yaitu
mereka melakukan berbagai macam kesyirikan yang berbeda-beda. Ada yang
menyembah patung, ada yang menyembah orang mati di kuburan, ada yang
menyembah matahari, bulan dan bintang, dan menyembah hal-hal yang lain.
Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam diutus untuk mengajak
manusia menyembah kepada Allah semata, serta menjelaskan bahwa apa yang
mereka lakukan dari nenek moyang mereka merupakan hal yang batil.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي
رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua,
yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang beriman
kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan
ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. Al A’raf 158)
Dalam banyak ayat Allah Ta’ala juga menjelaskan bahwa
orang-orang musyrik tersebut, walaupun mereka melakukan kesyirikan,
mereka tetap mengakui bahwa Allah lah yang menciptakan mereka dan
memberi mereka rezeki. Adapun penyembahan mereka kepada selain Allah itu
menurut mereka sekedar sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah,
sebagaimana dalam ayat:
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat
mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan
mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi
Allah”” (QS. Yunus: 18)
Juga dalam ayat:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ
وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا
تَتَّقُونَ
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit
dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur
segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah:
“Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”” (QS. Yunus: 31)
Serta banyak ayat-ayat lain yang memaparkan hal ini secara jelas.
Lalu diutuslah Sayyidina Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai
Rasul terakhir dengan membawa agama Islam, tidak hanya untuk orang Arab
saja bahkan untuk seluruh manusia. Beliau diutus di waktu yang tepat
yaitu ketika seluruh manusia membutuhkan sosok yang bisa mengeluarkan
mereka dari kegelapan menuju cahaya.
Rukun Islam
Agama Islam yang agung ini dibangun atas 5 asas yang disebut dengan rukun Islam, sebagaimana terdapat dalam Shahihain:
بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصوم رمضان، وحج البيت
“Islam dibangun dengan lima perkata: syahadat ‘laailaha illallah
wa anna muhammadar rasulullah’, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
puasa ramadhan dan pergi haji ke baitullah”
Syahadat adalah rukun Islam yang pertama dan paling utama. Kalimat
syahadat dalah kalimat yang agung, dan tidak cukup dengan sekedar
mengucapkannya. Walau memang, dengan mengucapkannya seseorang menjadi
seorang muslim secara zhahir. Namun, ia wajib untuk menjalankan
konsekuensi dari kalimat syahadat tesebut. Termasuk di dalamnya adalah
mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah, mengimani bahwa hanya kepada-Nya
lah semua ibadah berhak di tujukan, dan mengimani bahwa segala bentuk
penyembahan kepada selain Allah adalah batil.
Rukun kedua adalah menegakkan shalat. Shalat adalah rukun Islam yang
terpenting setelah syahadat. Karena ia adalah tiang agama dan hal yang
akan ditanyakan pertama kali di hari kiamat. Allah Ta’ala mengancam orang yang melalaikan shalat atau mengakhirkannya dalam firman-Nya:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّ
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak
akan menemui kesesatan” (QS. Maryam: 59)
Shalat juga dijadikan sebagai penanda untuk membedakan antara muslim dan kafir. Sebagaimana hadits yang terdapat dalam Shahihain dari Jabir Radhiallahu’anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إن بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة
“Pemisah antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah ditinggalkannya shalat”
Rukun yang ketiga adalah membayar zakat.
Zakat adalah kewajiban yang merupakan tanggung-jawab sosial. Sehingga
orang mu’min merasakan kemurahan dan kasih sayang Islam serta adanya
semangat saling bantu membantu diantara sesama muslim. Orang yang diberi
kelebihan berupa harta akan dikenai kewajiban ini. Karena harta
tersebut pada hakikatnya adalah milik Allah yang dititipkan kepada
manusia. Sebagaimana firman Allah:
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا
مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.
Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian)
dari hartanya memperoleh pahala yang besar” (QS. Al Hadid: 7)
Zakat diwajibkan kepada setiap orang yang memiliki harta melebihi nishab untuk masing-masing jenis harta, dan sudah mencapai haul (sudah dimiliki selama 1 tahun), kecuali biji-bijian atau buah-buahan.
Rukun yang keempat adalah puasa Ramadhan. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Dengan puasa, seorang muslim dilatih untuk mengekang laju nafsunya
dari kelezatan dan syahwat yang mubah selama beberapa lama. Puasa juga
memiliki manfaat dari sisi kesehatan sebagaimana ia juga memberi manfaat
yang bersifat ruhaniyah. Dengan puasa
juga kita diajak untuk merasakan apa yang dialami saudara kita sesama
muslim yang tertimpa musibah kelaparan bahkan hingga berhari-hari mereka
tidak makan dan minum. Sebagaimana yang terjadi pada sebagian saudara
kita di benua Afrika.
Rukun yang kelima adalah pergi haji ke Masjidil Haram. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلً
“mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Al Imran: 97)
Haji hanya diwajibkan sekali dalam seumur hidup, sebagaimana juga
umrah. Ini diwajibkan bagi muslim yang berakal, baligh, merdeka dan
mampu. Anak kecil juga sah bila melakukannya, namun kewajibannya belum
gugur ketika ia sudah baligh dan mampu. Adapun wanita yang tidak
memiliki mahram untuk menemaninya pergi haji maka gugur kewajibannya, karena banyak hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang melarang wanita bersafar tanpa mahram.
Keagungan Islam
Agama Islam memiliki kebaikan yang sangat banyak sekali hingga tidak
terhitung. Bagaimana tidak, Islam adalah agama dari Allah yang Maha
Mengetahui segala sesuatu. Ia adalah Dzat yang memiliki puncak
kebijaksanaan dan paling benar petunjuk-Nya. Ia adalah Al Hakiim (Maha Bijaksana) dan Al Aliim
(Maha Menegtahui) terhadap semua yang Ia tentukan dan putuskan serta
pada semua apa yang Ia syariatkan kepada hamba-Nya. Maka, tidak ada
kebaikan kecuali sudah diserukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan tidak ada keburukan kecuali sudah diperingatkan oleh beliau. Sebagaimana hadits dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash Radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:
ما بعث الله من نبي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم شر ما يعلمه لهم
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali pasti Nabi tersebut
akan membimbing umatnya pada kebaikan dengan apa yang ia ajarkan kepada
umatnya, dan memperingatkan mereka terhadap keburukan dengan apa yang ia
ajarkan kepada umatnya”
Juga dalam Musnad Ahmad dengan sanad yang shahih, dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:
إنما بعثت لأتمم صالح الأخلاق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan (manusia dengan) akhlak yang baik”
Sebagai penutup kami ingin menggaris bawahi bahwa di masa ini berbondong-bondong orang dari kaum musyrikin
maupun ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) memeluk agama Islam ini
menandakan kegagalan agama-agama lain, juga kegagalan pemikiran filsafat
dalam memberikan ketenangan, kelegaan dan kebahagiaan hati manusia.
Oleh karena itu, wajib bagi kaum muslimin terlebih para da’i untuk lebih
semangat berdakwah kepada ummt mengajak kepada agama Allah yang fitrah
ini. Namun sebelum itu, hendaknya tidak lupa untuk mengamalkan ilmu dan akhlak
Islam dengan baik, karena umat manusia sangat butuh sosok-sosok orang
yang mampu mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”” (QS. Fushilat: 33)
—
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Dari artikel 'Mengenal Agama Yang Fitrah — Muslim.Or.Id'
Inilah Balasan bagi yang Istiqomah
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah
Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah), maka
malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu
takut dan janganlah merasa sedih; dan bergembiralah dengan jannah
(surga) yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS Fushilat [41]: 30)
Keimanan kepada Allah menuntut sikap istiqomah. Keyakinan hati,
kebenaran lisan dan kesungguhan dalam amal adalah unsur-unsur keimanan
yang mesti dijalankan dengan istikamah. istikamah yang berarti keteguhan
dalam memegang prinsip, merupakan bukti jelas kekuatan iman seseorang.
Rasulullah shallaluhu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Katakanlah: “Rabbku adalah Allah” dan Istiqomahlah!” (HR Tirmidzi)
Pantas jika Allah menjanjikan keutamaan yang besar untuk orang-orang
yang istiqomah dalam imannya. Pada ayat yang disebutkan di muka, menurut
ahli tafsir, Allah memberitakan bahwa ketika orang-orang yang istiqomah itu mati, akan turun kepada mereka para malaikat seraya berkata,“Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan bergembiralah dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”
Tidak takut dan tidak bersedih. Itulah yang akan dirasakan oleh
orang-orang yang istiqomah ketika mereka meninggalkan alam fana ini.
Para ulama juga menjelaskan, bahwa maksud tidak takut adalah mereka
tidak takut dengan apa yang akan mereka hadapi setelah hari kematian
mereka. Adapun maksud mereka tidak bersedih adalah mereka tidak
bersedih dengan apa yang mereka tinggalkan selama di dunia.
Perasaan ini akan dialami oleh semua orang yang istiqomah. Termasuk
orang-orang yang ketika di dunia sangat bahagia, berharta dan
berkedudukan tinggi. Karena kebahagiaan yang akan mereka terima di
akhirat, jauh lebih baik dari apa yang selama ini mereka rasakan di
dunia.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman, tidak istiqomah, berlaku
maksiat dan sombong, kelak yang akan dirasakannya adalah ketakutan yang
mencekam dan kesedihan yang mendalam. Hingga walaupun di dunia mereka
adalah orang yang paling sengsara. Karena, kesengsaraannya selama mereka
di dunia, masih jauh lebih baik dari kerugian yang akan diterimanya di
akhirat.
Orang-orang yang istiqomah itu juga bergembira dengan surga yang
dijanjikan Allah; tempat segala kenikmatan, sebagai balasan yang Allah
gambarkan dengan firmannya dalam hadis qudsi, “Sesuatu yang tidak
ada satu mata pun yang pernah melihatnya, tidak ada satu telinga pun
yang pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas sedikitpun dalam
hati manusia.” (HR Bukhari Muslim)
Wallahu ‘alam bish-shawab.
—
Dari artikel 'Inilah Balasan bagi yang Istiqomah — Muslim.Or.Id'
Akibat Tidak Amanah dalam Kepemimpinan
// by Unknown //
Label:
Aqidah,
Artikel Islam : Pendidikan,
Artikel Islam : Perkembangan Islam
//
0
komentar
Janji
demi janji diberi menjelang pesta rakyat, Pemilu yang dihadapi setahun
lagi. Inilah yang digaungkan oleh para penggila kekuasaan. Awalnya ingin
mengatasnamakan rakyat ketika awal-awal berkampanye. Namun kala mereka
mendapatkan kursi panas, janji tinggallah janji. Awalnya mereka adalah
orang yang kenal agama, karena kekuasaan, hidup glamor yang jadi
prioritas, bahkan agama pun dikorbankan demi ambisi kekuasaan.
Inilah realita yang terjadi pada para penggila kekuasaan. Benarlah kata Rasul kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa kekuasaan bisa jadi ambisi setiap orang. Namun ujungnya selalu ada penyesalan. Beliau bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإِمَارَةِ ،
وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ
وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ
“Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, ujungnya hanya penyesalan pada hari kiamat. Di dunia ia mendapatkan kesenangan, namun setelah kematian sungguh penuh derita” (HR. Bukhari no. 7148)
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata bahwa ucapan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- di atas menceritakan tentang sesuatu sebelum terjadinya dan ternyata benar terjadi.
Hadits di atas semakin jelas jika dilihat dari riwayat lainnya yang
dikeluarkan oleh Al Bazzar, Ath Thobroni dengan sanad yang shahih dari
‘Auf bin Malik dengan lafazh,
أَوَّلهَا مَلَامَة ؛ وَثَانِيهَا نَدَامَة ، وَثَالِثهَا عَذَاب يَوْمَ الْقِيَامَة ، إِلَّا مَنْ عَدَلَ
“Awal (dari ambisi terhadap kekuasaan) adalah rasa sakit, lalu
kedua diikuti dengan penyesalan, setelah itu ketiga diikuti dengan siksa
pada hari kiamat, kecuali bagi yang mampu berbuat adil.”
Dan disebutkan oleh Thobroni dari hadits Zaid bin Tsabit yang marfu’,
نِعْمَ الشَّيْء الْإِمَارَة لِمَنْ أَخَذَهَا
بِحَقِّهَا وَحِلِّهَا ، وَبِئْسَ الشَّيْء الْإِمَارَة لِمَنْ أَخَذَهَا
بِغَيْرِ حَقّهَا تَكُون عَلَيْهِ حَسْرَة يَوْم الْقِيَامَة
“Sebaik-baik perkara adalah kepemimpinan bagi yang menunaikannya
dengan cara yang benar. Sejelek-jelek perkara adalah kepemimpinan bagi
yang tidak menunaikannya dengan baik dan kelak ia akan merugi pada hari
kiamat.”
Terdapat pula dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Dzar,
قُلْت يَا رَسُول اللَّه أَلَا
تَسْتَعْمِلُنِي ؟ قَالَ : إِنَّك ضَعِيف ، وَإِنَّهَا أَمَانَة ،
وَإِنَّهَا يَوْم الْقِيَامَة خِزْي وَنَدَامَة إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا
بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
“Aku berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau enggan mengangkatku
(jadi pemimpin)?” Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjawab,
“Engkau itu lemah. Kepemimpinan adalah amanat. Pada hari kiamat, ia akan
menjadi hina dan penyesalan kecuali bagi yang mengambilnya dan
menunaikannya dengan benar.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ini pokok penting yang
menunjukkan agar kita menjauhi kekuasaan lebih-lebih bagi orang yang
lemah. Orang lemah yang dimaksud adalah yang mencari kepemimpinan
padahal ia bukan ahlinya dan tidak mampu berbuat adil. Orang seperti ini
akan menyesal terhadap keluputan dia ketika ia dihadapkan pada siksa
pada hari kiamat. Adapun orang yang ahli dan mampu berbuat adil dalam
kepemimpinan, maka pahala besar akan dipetik sebagaimana didukung dalam
berbagai hadits. Akan tetapi, masuk dalam kekuasaan itu perkara yang
amat berbahaya. Oleh karenanya, para pembesar (orang berilmu) dilarang
untuk masuk ke dalamnya. Wallahu a’lam.”
Lantas bagaimana akibat tidak amanat dalam menunaikan kepemimpinan? Dalam hadits di atas sudah disebutkan akibatnya,
فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ
“Di dunia ia mendapatkan kesenangan, namun setelah kematian sungguh penuh derita”.
Ad Dawudi berkata mengenai maksud kalimat tersebut adalah kepemimpinan
bisa berbuah kenikmatan di dunia, namun bisa jadi penghidupan jelek
setelah kematian karena kepemimpinan akan dihisab dan ia bagaikan bayi
yang disapih sebelum ia merasa cukup lalu akan membuatnya sengsara.
Ulama lain berkata mengenai maksud hadits,
kekuasaan memang akan menghasilkan kenikmatan berupa kedudukan, harta,
tenar, kenikmatan duniawi yang bisa dirasa, namun kekuasaan bisa
bernasib jelek di akhirat.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
[Disarikan dari Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani, 13: 125-126]
—
Riyadh-KSA, 23 Rabi’ul Awwal 1434 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Dari artikel 'Akibat Tidak Amanah dalam Kepemimpinan — Muslim.Or.Id'
Syarat Agar Taubat Diterima
Minggu, 03 Maret 2013 // by Unknown //
Label:
Aqidah,
Artikel Islam : Pendidikan,
Artikel Islam : Perkembangan Islam
//
0
komentar
Memang
manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun manusia yang terbaik
bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali, akan
tetapi manusia yang terbaik adalah manusia yang ketika dia berbuat
kesalahan dia langsung bertaubat kepada Alloh dengan sebenar-benar
taubat. Bukan sekedar tobat sesaat yang diiringi niat hati untuk
mengulang dosa kembali. Lalu bagaimanakah agar taubat seorang hamba itu
diterima?
Syarat Taubat Diterima
Agar taubat seseorang itu diterima, maka dia harus memenuhi tiga hal yaitu:
(1) Menyesal, (2) Berhenti dari dosa, dan (3) Bertekad untuk tidak mengulanginya.
Taubat tidaklah ada tanpa didahului oleh penyesalan terhadap dosa
yang dikerjakan. Barang siapa yang tidak menyesal maka menunjukkan bahwa
ia senang dengan perbuatan tersebut dan menjadi indikasi bahwa ia akan
terus menerus melakukannya. Akankah kita percaya bahwa seseorang itu
bertaubat sementara dia dengan ridho masih terus melakukan perbuatan
dosa tersebut? Hendaklah ia membangun tekad yang kuat di atas
keikhlasan, kesungguhan niat serta tidak main-main. Bahkan ada sebagian
ulama yang menambahkan syarat yang keempat, yaitu tidak mengulangi
perbuatan dosa tersebut. sehingga kapan saja seseorang mengulangi
perbuatan dosanya, jelaslah bahwa taubatnya tidak benar. Akan tetapi
sebagian besar para ulama tidak mensyaratkan hal ini.
Tunaikan Hak Anak Adam yang Terzholimi
Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak anak Adam, maka ada satu hal
lagi yang harus ia lakukan, yakni dia harus meminta maaf kepada
saudaranya yang bersangkutan, seperti minta diikhlaskan, mengembalikan
atau mengganti suatu barang yang telah dia rusakkan atau curi dan
sebagainya.
Namun apabila dosa tersebut berkaitan dengan ghibah (menggunjing), qodzaf (menuduh telah berzina) atau yang semisalnya, yang apabila saudara kita tadi belum mengetahuinya (bahwa dia telah dighibah
atau dituduh), maka cukuplah bagi orang telah melakukannya tersebut
untuk bertaubat kepada Alloh, mengungkapkan kebaikan-kebaikan saudaranya
tadi serta senantiasa mendoakan kebaikan dan memintakan ampun untuk
mereka. Sebab dikhawatirkan apabila orang tersebut diharuskan untuk
berterus terang kepada saudaranya yang telah ia ghibah atau tuduh justru dapat menimbulkan peselisihan dan perpecahan diantara keduanya.
Nikmat Dibukanya Pintu Taubat
Apabila Alloh menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Alloh bukakan
pintu taubat baginya. Sehingga ia benar-benar menyesali kesalahannya,
merasa hina dan rendah serta sangat membutuhkan ampunan Alloh. Dan
keburukan yang pernah ia lakukan itu merupakan sebab dari rahmat Alloh
baginya. Sampai-sampai setan akan berkata, “Duhai, seandainya aku
dahulu membiarkannya. Andai dulu aku tidak menjerumuskannya kedalam dosa
sampai ia bertaubat dan mendapatkan rahmat Alloh.” Diriwayatkan bahwa seorang salaf berkata, “Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat suatu dosa, tetapi dosa tersebut menyebabkannya masuk surga.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Dia menjawab, “Dia
berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapannya.
Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada Robbnya,
menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu’. Maka dosa
tersebut menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga
dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada ketaatan yang banyak.”
Penulis: Abu Hudzaifah Yusuf
Artikel www.muslim.or.id
Dari artikel 'Syarat Agar Taubat Diterima — Muslim.Or.Id'
Ciri Seorang Mukmin
Apa sajakah ciri seorang mukmin? Di antaranya adalah ketika disebut nama Allah bergetar hati mereka, ketika dibacakan ayat Allah bertambah iman mereka dan mereka pun tawakkal pada Allah.
Allah ta’ala berfirman ,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)
az-Zajaj mengatakan, “Maksudnya, apabila disebutkan tentang kebesaran dan kekuasaan-Nya dan ancaman hukuman yang akan ditimpakan kepada orang-orang yang durhaka kepada-Nya maka hati mereka pun merasa takut.” (lihat Zaadul Masir, hal. 540)
‘Umair bin Habib radhiyallahu’anhu berkata, “Iman mengalami penambahan dan pengurangan.” Ada yang bertanya, “Dengan apa penambahannya?” Beliau menjawab, “Apabila kita mengingat Allah ‘azza wa jalla dan memuji-Nya maka itulah penambahannya. Apabila kita lupa dan lalai maka itulah pengurangannya.” (lihat Tafsir al-Baghawi, hal. 511)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Orang-orang munafik itu tidak pernah sedikit pun meresap dzikir kepada Allah ke dalam hatinya pada saat mereka melakukan amal-amal yang diwajibkan-Nya. Mereka sama sekali tidak mengimani ayat-ayat Allah. Mereka juga tidak bertawakal [kepada Allah]. Mereka tidak mengerjakan sholat apabila dalam keadaan tidak bersama orang. Mereka pun tidak menunaikan zakat dari harta-harta mereka. Oleh sebab itulah Allah mengabarkan bahwasanya mereka itu memang bukan termasuk golongan orang-orang yang beriman.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/11])
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksud dari ungkapan ‘bergetarlah hati mereka’, kata beliau, “Yaitu mereka merasa takut kepada-Nya sehingga mereka pun melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/11])
Ketika menjelaskan makna dari ‘apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah imannya’ Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalamnya terkandung dalil bahwasanya seringkali seorang lebih banyak mendapatkan faidah karena bacaan [al-Qur'an] oleh orang lain daripada bacaan oleh dirinya sendiri…” (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [2/30])
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menerangkan, bahwa dari ayat di atas bisa disimpulkan bahwa ciri-ciri orang beriman itu antara lain:
Allah ta’ala berfirman ,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)
az-Zajaj mengatakan, “Maksudnya, apabila disebutkan tentang kebesaran dan kekuasaan-Nya dan ancaman hukuman yang akan ditimpakan kepada orang-orang yang durhaka kepada-Nya maka hati mereka pun merasa takut.” (lihat Zaadul Masir, hal. 540)
‘Umair bin Habib radhiyallahu’anhu berkata, “Iman mengalami penambahan dan pengurangan.” Ada yang bertanya, “Dengan apa penambahannya?” Beliau menjawab, “Apabila kita mengingat Allah ‘azza wa jalla dan memuji-Nya maka itulah penambahannya. Apabila kita lupa dan lalai maka itulah pengurangannya.” (lihat Tafsir al-Baghawi, hal. 511)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Orang-orang munafik itu tidak pernah sedikit pun meresap dzikir kepada Allah ke dalam hatinya pada saat mereka melakukan amal-amal yang diwajibkan-Nya. Mereka sama sekali tidak mengimani ayat-ayat Allah. Mereka juga tidak bertawakal [kepada Allah]. Mereka tidak mengerjakan sholat apabila dalam keadaan tidak bersama orang. Mereka pun tidak menunaikan zakat dari harta-harta mereka. Oleh sebab itulah Allah mengabarkan bahwasanya mereka itu memang bukan termasuk golongan orang-orang yang beriman.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/11])
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksud dari ungkapan ‘bergetarlah hati mereka’, kata beliau, “Yaitu mereka merasa takut kepada-Nya sehingga mereka pun melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/11])
Ketika menjelaskan makna dari ‘apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah imannya’ Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalamnya terkandung dalil bahwasanya seringkali seorang lebih banyak mendapatkan faidah karena bacaan [al-Qur'an] oleh orang lain daripada bacaan oleh dirinya sendiri…” (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [2/30])
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menerangkan, bahwa dari ayat di atas bisa disimpulkan bahwa ciri-ciri orang beriman itu antara lain:
- Merasa takut kepada-Nya ketika mengingat-Nya, yang dengan sebab itulah maka dia akan melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya
- Bertambahnya keimanan mereka tatkala mendengar dibacakannya al-Qur’an
- Menyerahkan segala urusan dan bersandar kepada Allah semata (lihat al-Mulakhkhash fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 269)
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa salah satu ciri utama orang beriman adalah bertawakal kepada Allah saja. Hatinya tidak bergantung kepada selain-Nya. Karena hanya Allah saja yang menguasai segala manfaat dan madharat. Dan tawakal inilah yang menentukan kuat lemahnya iman seorang hamba. Semakin kuat tawakalnya, semakin kuat pula imannya (lihat al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 101)
—
Artikel Muslim.Or.Id
Reference
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa salah satu ciri utama orang beriman adalah bertawakal kepada Allah saja. Hatinya tidak bergantung kepada selain-Nya. Karena hanya Allah saja yang menguasai segala manfaat dan madharat. Dan tawakal inilah yang menentukan kuat lemahnya iman seorang hamba. Semakin kuat tawakalnya, semakin kuat pula imannya (lihat al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 101)
—
Artikel Muslim.Or.Id
Reference
Ukhuwah itu Indah
// by Unknown //
Label:
Artikel Islam : Pendidikan,
Artikel Islam : Perkembangan Islam
//
0
komentar
Sebuah kisah dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam beserta sahabatnya Abu Bakar As Sidiq.
Suatu
ketika dalam perjalanan ke Madinah, Rasululllah dan Abu Bakar
bersembunyi di gua tsur. Rasulullah tidak terbiasa menaiki tempat
seperti itu. Tempat itu diimpit bebatuan runcing dan tajam sedangkan
beliau tidak beralas kaki. Kaki beliau pun terluka parah. Melihat hal
itu, Abu Bakar menuntun Rasulullah hingga mulut gua. Ketika Rasulullah
akan masuk, Abu Bakar mencegahnya dan berkata,:Janganlah engkau masuk
hingga aku masuk terlebih dahulu.”
Abu
Bakar masuk dan meraba-raba rongganya. Ia mendapati tiga lubang kecil.
Disobeknya kain untuk menutupi satu lubang dan dua lubang yang lain
ditutup dengan kedua kakinya karena khawatir jika lubang itu adalah
sarang binatang buas. Kemudian ia mengundang Rasulullah untuk masuk.
Karena sangat letih, beliau tertidur.
Kekhawatiran
Abu Bakar terbukti, disalah satu lubang yang ia tutupi dengan kakinya
terdapat ular berbisa. Kaki Abu Bakar dipatuk. Namun, dalam keadaan
demikian ia tidak menarik kakinya agar ular itu tidak keluar dari
tempatnya kemudian membangunkan rasulullah. Karena rasa sakit yang
begitu hebat, Abu Bakar tidak kuasa menahannya dan air mata kesakitan
menetes di wajah Rasulullah. Beliau terkejut dan bangun.
Ketika beliau mengetahui kaki Abu Bakar dipatuk ular, maka beliau mengobati luka itu hingga sembuh.
Saat
siang menjelang,cahaya pun masuk ke gua. Rasulullah melihat Abu Bakar
tidak lagi memakai bajunya. Ketika ditanya Abu Bakar pun menceritakan
tentang bajunya yang disobek untuk menutup lubang dalam gua. Rasulullah
mengangkat tangan beliau sambil berdoa “ Ya Allah, jadikan Abu Bakar
sederajat denganku di Hari Kiamat.”
Subhanallah,..begitu besar kekuatan ukhuwah hingga mengantarkan ia melihat wajah Allah.
Rasulullah
bersabda: “laa yu’minu ahadukum hatta yuhibba li akhiihi maa yuhibbu
linafsih”. Tidak beriman seorang diantara kamu hingga mencintai
saudaramu seperti kamu mencintai dirimu sendiri.
Belajar
dari kisah persahabatan di atas, Abu Bakar berusaha menjaga kenyamanan
Rasulullah, mengutamakan beliau serta mencintai beliau lebih dari
mencintai diri sendiri sampai dia rela mengorbankan diri. Dengan
pengorbanan dan kecintaan kepada Rasulullah, Rasulullah pun mencintainya
dan mendoakan kebaikan untuknya.
Akankah ukhuwah kita dengan sesama seperti itu?
Salah
satu golongan yang akan dinaungi oleh ALLAH pada saat hari kiamat
adalah dua orang yang bertemu dan berpisah karena Allah. Jika ukhuwah
itu dilandasi dengan ketaqwaan, maka ketika dia bertemu dengan
saudaranya, dia akan mengingat Allah.
Ada beberapa cara agar ukhuwah makin erat, antara lain:
- Katakanlah jika engkau mencintainya. Rasulullah terbiasa berkata:”Uhibbuka fillah” kepada sahabatnya.
- Berilah hadiah. Rasulullah bersabda “tahaadu tahaabbu”,saling memberi hadiahlah kamu maka kamu akan saling mencintai. Dengan memberi hadiah akan terjalin kedekatan hati.
- Menghibur saat sedih,mendengarkan dengan perhatian ketika sedang berbicara .
- Husnudzon, berbaik sangka terhadap saudara kita. Inna ba’ada dzanni itsmu. Sesungguhnya prasangka itu adalah dosa.
- Saling menolong dalam kebaikan. ….tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa…
- Itsar, mengutamakan kepentingan saudara kita demi kebaikan
- Saling mendoakan. Rasulullah bersabda.”Tidaklah seorang hamba muslim yang mendoakan (kebaikan) untuk saudaranya yang tidak sedang bersamanya kecuali malaikat berkata “semoga engkau mendapat yang semisalnya.” Ketika bertemu saudara kita, mengucapkan “assalamu’alaykum, barakallahu fiik, jazakallahu khairan” dsb juga merupakan doa yang akan membahagiakan hatinya.
- Saling menasihati. Nasihat merupakan salah satu bentuk kepedulian karena kita menghendaki kebaikan kepada saudara kita.”...saling menasihati supaya menaati kebenaran dan kesabaran.”
“Teman-teman
akrab pada hari itu sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain,
kecuali orang-orang yang bertaqwa” (QS Az Zukhruf 67)
Entri Populer
-
207. اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، ((سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَ...
-
Chairman : Azhar Fuadi (@FuadiAzhar22) Vice Chairman : Putri Azizah S (@azizahjijah ) Finance : Rendy Muhammad (@rendymuhamma...
-
Zahirul Maala mengadakan lomba desain jaket dan pemenang desain tersebut selain desainnya akan direalisasikan menjadi nyata yaitu d...
-
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانًا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ "Alhamdulillahil ladzi ahyana ba'da ma am...
-
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِل...
-
Pada saat ini, pada saat lagi panas-panasnya kepala karena lagi menghadapi ujian (final exam), mari kita melakukan hal-hal yan...
-
Berikut adalah dalil-dalil tentang adanya wujud Tuhan yang diterangkan oleh Al-Qur'an secara logika, ALLah taala berfirman: رَبُّ...
-
Assalamu'alaikum :) ada info penting nih sahabat, dibaca yaa, dan.... Jangan lupa datang mabit, Jumat (7-12-12), jam 8 malam d...
-
President University for Windows Phone now available on Marketplace. (Click Picture above to download) The application is des...